Rabu, 29 April 2009

mycoplasma pada babi (porcine enzootic pneumonia) oleh satriana

Mycoplasma pada Babi

Mycoplasma
Mycoplasma berasal dari bahasa latin ‘mollis’ yang berarti lembut dan ‘cutis’ yang beraarti kulit. Mycoplasma merupakan bakteri gram negatif yang bersifat fakultatif anaerob, kelas mollicutes, ordo mycoplasmatales dan genus mycoplasma. Terdiri dari tiga family antara lain mycoplasma, ureaplasma, dan acholeplasma Organisme ini merupakan pleomorfik terkecil dengan ukuran 0.2 mm sampai 0.3 mm yang tidak memiliki dinding sel tetapi dikelilingi oleh membran plasma, hal ini menyebabkan mycoplasma sangat sensitif terhadap perubahan tekanan osmotic. Membrane plasmanya tersusun atas lipid (phospolipid, glycolipid, lipoglycan, sterol) dan protein. Mikroorganisme ini bereplikasi dengan cara pembelahan sel.
Infeksi penyakit akibat mycoplasma secara umum biasa disebut mycoplasmosis. Menurut Bailao et al (2007) meskipun mikroorganisme ini memiliki genom yang sederhana akan tetapi penyakit yang ditimbulkannya sangat kompleks dan belum banyak diketahui. Selain itu, mycoplasmosis biasanya berjalan kronis dikarenakan mycoplasma mampu bertahan dari antibody inang serta mudah disertai infeksi sekunder dari mikroorganisme lain. Ada beberapa spesies mycoplasma dengan host yang berbeda-beda, salah satunya yaitu mycoplasma yang menyerang babi.
Mycoplasma hyopneumoniae
Etiologi
Mycoplasma hyopneumonia merupakan mikroorganisme pleomorfik, tidak memiliki dinding sel, terdiri dari tiga lapis membran, bersifat gram negatif dan dapat bereplikasi sendiri. Secara umum Mycoplasma hyopneumonia dapat diklasifikasikan dalam kingdom bacteria, divisi firmicutes, kelas mullicutes, ordo mycoplasmatales, family mycoplasmataceae, genus mycoplasma, dan spesies mycoplasma hyopneumonia. Mycoplasma hyopneumoniae memiliki ukuran yang sangat kecil sekitar 400-600 nm dan memiliki tiga strain antara lain 232, 7448 dan J yang menyebabkan banyaknya rangkaian dari M. hyopneumoniae. Mikroorganisme ini diisolasi pertama kali pada manusia tahun 1937. Saat ini Mycoplasma hyopneumoniae diketahui bersifat patogen pada babi.

Patogenesa
Infeksi Mycoplasma hyopneumoniae pada babi dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan terutama di paru-paru. Salah salah satu penyakit yang diketahui sebagai akibat dari infeksi mikroorganisme ini adalah Porcine Enzootic Pneumonia. Penyakit ini sangat kontagius dan penularannya dapat melalui kontak langsung dengan babi yang terinfeksi (Lopes 1995). Dampak yang dapat muncul akibat enzootic pneumonia antara lain penurunan bobot badan dari hewan serta kerugian ekonomi yang sangat signifikan. Peyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur akan tetapi hewan muda akan lebih peka. Menurut Melintira et all (2003), pada hewan yang sebelumnya belum pernah terpapar akan mengalami infeksi saluran pernapasan akut berupa kesulitan beernapas yang akut dan kematian. Jika penyakit ini telah berjalan kronis maka gejala klinis hanya akan terlihat jika hewan penurunan daya tahan tubuh.
Mikroorganisme masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernapasan atas dengan cara membentuk koloni di silia saluran pernapasan, melekat di epitel trachea dan menuju lobus bagian cranial paru-paru untuk selanjutnya menuju alveolus sekitarnya (Staf Pengajar Patologi Anatomi FK UI Jakarta 1973). Perlekatan pada epitel saluran pernapasan dapat menyebabkan masuknya neutrofil ke dalam mukosa trcheobronchial, berkurangnya silia epitel, menstimulasi hiperplasia limfosit Broncho Assosiated Limfoid Tissue (BALT), dan mengganti komposisi kimia mukus di saluran pernapasan. Mycoplasma hyopneumoniae umumnya menyerang babi yang berumur enam minggu. Masa inkubasi tergantung banyaknya agen yang masuk ke dalam tubuh. Jika agen yang masuk tubuh jumlahnya sangat tinggi maka masa inkubasinya akan berlangsung selama 11 hari sedangkan jika jumlahnya masih dalam batas ambang toleransi maka masa inkubasinya akan berlangsung selama 4-6 minggu (Melintira et all 2003). Selain itu jika Mycoplasma hyopneumoniae yang masuk ke dalam tubuh jumlahnya sangat sedikit maka kemungkinan akan infeksi kronis yang bersifat subklinis.

Mycoplasma pneumoniae merupakan mikroorganisme ekstraselular tetapi umumnya dapat menyebabkan kerusakan silia dan sel mukosa saluran pernapasan babi, antara lain di silia epitel paru-paru (Bailao et al 2007). Silia epitel saluran pernapasan kehilangan kemampuan memproduksi mucous, terjadi ciliostasis, nekrosa epitel paru-paru, dan muncul lesio-lesio di paru-paru. Membran selaput lendir juga rusak karena reduksi mikroorganisme ini, akibatnya organ-organ saluran pernapasan mudah mengalami infeksi sekunder berupa infeksi virus (seperti PCV2) dan infeksi bakteri (seperti pasteurella multocida S. suis, H. Parasuis, A. pyogenes). Mycoplasma pneumoniae juga memiliki kemampuan untuk mengatur respon kekebalan dari inangnya sehingga menyebabkan kondisi immunosupresive dan stimulasi pembentukan sel radang (Lopes 1995). Kemampuan menstimulasi pembentukan sel radang dikarenakan mikroorganisme ini memiliki kemampuan menginduksi pembentukan cytokine IL-1TNF dan IL-6 sebagai respon terhadap radang baik yang berjalan akut maupun kronis. Mikroorganisme ini dapat bertahan dalam saluran napas selama beberapa minggu setelah infeksi walaupun setelah pemberian antibiotik. Antibodi spesifik diketahui dapat melawan infeksi tetapi tidak menutup kemungkinan akan terjadi infeksi ulang. Hal ini memperlihatkan sistem imun berperan dalam perjalanan penyakit.

Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat terlihat pada infeksi mikroorganisme ini adalah gejala umum infeksi saluran napas seperti radang paru-paru baik akut maupun kronis. Infeksi Mycoplasma pneumoniae selain dapat bersifat primer juga dapat diikuti infeksi sekunder oleh mikroorganisme lain yang oportunistik (Bailao et all 2007). Gejala klinis yang muncul ketika infeksi primer berupa gangguan saluran pernapasan kronis tanpa disertai batuk, gangguan pertumbuhan (non-efesiensi pakan). Jika disertai infeksi sekunder maka gejala yang tampak berupa batuk yang terus-menerus, sulit bernapas dan peningkatan suhu tubuh. Akan tetapi pada kondisi ini, jika infeksi telah berjalan kronis, batuk tidak akan muncul lagi sebagai tanda klinis (Kwon et all 2002).
Menurut Kwon et all (2002) Porcine Enzootic Pneumonia sebagai penyakit pada babi yang disebabkan oleh infeksi bakteri memiliki gejala klinis berupa gangguan pertumbuhan pada babi, nafsu makan menurun, lethargy, anoreksia, demam batuk dan sesak napas. Pada banyak kasus, diagnosis dapat berdasarkan dari riwayat dan temuan klinis saja. Sedangkan pada kasus terseleksi diperlukan diagnosis definitif seperti pada pasien yang mengalami infeksi berat maupun pasien dengan gangguan system imun.
Menurut Melintira et all (2003), gejala klinis maupun lesio organ pada pemeriksaan patologi anatomi dari infeksi Mycoplasma Hyopneumoniae di hewan hampir sama dengan infeksi bakteri ini pada manusia. Pada manusia penyakitnya disebut sebagai asma dengan gejala klinis yang terjadi berupa gejala umum infeksi saluran pernapasan, demam, malaise, pusing, sakit kepala dan mialgia. Umumnya menyerang anak-anak dan apabila telah berlangsung lama tanpa disertai pengobatan maka kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya obstruksi bronchus. Pada hewan lain seperti tikus maupun mencit (hewan laoratorium), infeksi Mycoplasma hyopneumoniae dapat menyebabkan terjadinya hiperesponsif pada saluran pernapasan.

Patologi anatomi dan histopatologi
Pada babi penyakit yang terinfeksi Mycoplasma pneumonia bentukan patologi anatomi yang ditemukan berupa hepatisasi kelabu paru-paru, pleuritis, lesio-lesio di lobus paru-paru (umumnya di lobus cranial dan lobus acsesorius) dan seringkali disertai eksudat supuratif. Bentukan perubahan yang khas mencirikan infeksi dari mikroorganisme ini yaitu bronchopneumonia supuratif (Lopes 1995). Kehadiran eksudat supuratif sering kali terkait dengan adanya infeksi sekunder dari mikroorganisme lain seperti Pasteurella multocida S. suis, H. Parasuis dan A. Pyogenes.
Temuan histopatologi yang dijumpai berupa akumulasi sel radang makrofag dan neutrofil di alveolar dan jaringan peribronchial, mengaktivasi sel mast, hilangnya silia sel epitel, desquamasi epitel paru-paru dan oedema di alveoli. (Kwon et all 2002).

Uji Laboratorium
Mycoplasma pneumoniae dapat tumbuh dalam pembenihan tanpa sel, pertumbuhannya sangat lambat serta dapat dihambat oleh antibodi spesifik. IsolasiMycoplasma pneumoniae dapat berasal dari berbagai spesimen klinis seperti apusantrakhea, sputum, bronchoalveolarlavage, dan biopsi jaringan yang selanjutnya dibiakkan dalam media agar. Pada kasus penyakit Pneumonia Enzootic Pneumonia bakteri Mycoplasma pneumonia dapat diisolasi dengan preparat swab dari hidung babi. kemudian dikultur dan diperiksa menggunakan PCR. Bakteri ini sangat sulit dibiakkan karena pertumbuhannya yang sangat lambat dibandingkan bakteri lain. Tanpa infeksi sekunder penyakit ini jarang menimbulkan kematian
Uji yang dilakukan berupa ELISA dan PCR. Pemeriksaan ELISA digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi. Umumnya pembentukan antibodi hanya akan berlangsung setelah 6 minggu pasca infeksi. Salah satu contoh uji ini yaitu cold aglutinin. uji ini digunakan untuk mendiagnosa infeksi oleh mikroorganisme Mycoplasma pneumonia dengan menggunakan antibodi serum aglutinin ± 1/32 bagian.
PCR merupakan uji yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antigen di dalam jaringan paru-paru hewan yang terinfeksi. Pemeriksaan serologis dengan uji pengikatan komplemen (complement fixation) merupakan salah satu uji yang akurat untuk mendeteksi Mycoplasma pneumoniae. Serum rangkap (paired sera) fase akut dan konvalesen dievaluasi selama 5-10 hari. Peningkatan titer antibodi empat kali atau lebih besar merupakan kriteria diagnostik. Selain itu pemeriksaan immunofluoresence dapat juga untuk mendeteksi antigen Mycoplasma pneumoniae namun pemeriksaan ini tidak banyak membantu diagnostik. Pemeriksaan ini lebih spesifik dan secara bermakna lebih sensitif dibandingkan biakan tetapi penggunaannya untuk diagnostik memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk menunjangkeberhasilan diagnosa maka penggunaan uji laboratorium harus selalu dipertimbangkan terlebih dahulu.

Treatment
Antibiotik yang digunakan sebagai pengobatan harus mempunyai aktivitas antibakteri yang mencapai fokus infeksi. Infeksi mungkin terbentuk dalam rongga interstisial jaringan atau dalam sel, sehingga kandungan fisikokimia obat diharapkan dapat terdistribusi dalam jaringan tubuh dan menembus ke dalam sel. Prinsip terapi antibiotik terbaik pada infeksi bakteri atipik seperti Mycoplasma pneumoniae adalah kombinasi obat dengan aktivitastinggi dengan kemampuan mencapai konsentrasi intraselular yang tinggi pula.
Pengobatan infeksi Mycoplasma pneumoniae dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik. Mikroorganisme ini sensitif terhadap tetrasiklin , makrolid, kloramfenikol fluorokuinolon dan eritromisin. Sebaliknya bakteri ini resisten terhadap antibiotic penisilin, sefalosporin, betalaktam, sulfonamid dan rifampisin.
Pencegahan
Sebagai upaya untuk mencegah infeksi dari Mycoplasma pneumoniae peternak babi dapat melakukan perbaikan managemen pemeliharaan (optimalisasi kualitas udara dalam kandang, ventilasi, suhu, dan memperhatikan kepadatan populasi di setiap kandang) serta senantiasa memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar peternakan. Selain itu upaya vaksinasi dapat juga dilakukan sebagai strategi untuk mencegah infeksi dari mikroorganisme ini.


DAFTAR PUSTAKA
Bailao AM, Parente JA, Pereira M & Maria C. 2007. Kinases of two strains of mycoplasma hyopneumoniae and strain of mycoplasma synoviae. Copyright by the Brazilian Society of Genetics : Brazil. Jurnal Genetic and Molecular Biology. 30(1). Hal. 219-224.

Melintira I, Yunus F, Wiyono WH. 2003. Peranan Infeksi Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumonia terhadap Eksaserbasi Asma. Universitas Indonesia : Jakarta. Cermin Dunia kedokteran No 141.

Kwon D, Choi C & Chae C. 2002. Chronologic Localization of Mycoplasma hyopneumoniae in Experimentally Infected Pigs. Seoul National University : Republic of Korea. Vet Pathol 39 : 584-587.

Lopes A, 1995. Respiratory System di dalam Thomson Special Veterinary Pathatology 2nd Ed. USA: Mosby Year Book Inc.
Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomi. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Editor: Himawan S. Universitas Indonesia : Jakarta.

1 komentar: